Artikel, Berita, Foto, dan Video

Thursday, May 19, 2016

Opini: Mulailah Berpikir Untuk Pindah

Kemacetan kawasan kota, menjadi salah satu permasalahan bersama yang harus dicari solusinya.
Judul di atas sangat tepat dengan realita saat ini, dimana Indonesia dengan Pulau Jawa sebagai pusat dari segala koordinasi pemerintahan dan permukiman penduduk. Sudah sedikit sekali lahan hijau dan terbuka yang ada di pulau ini, semuanya penuh oleh gedung-gedung kantor, pusat perbelanjaan, dan permukiman kumuh penduduk di setiap kota besarnya. Sampai-sampai banjir sudah merupakan suatu hal yang lumrah terjadi di pulau ini, karena air hujan tidak tahu kemana harus mengalir saat turun ke bumi.

Tak adanya daerah resapan untuk menampung air hujan tersebut, seringkali membuat kita sebagai penghuni pulau ini ketar-ketir sibuk mengamankan harta berharga milik pribadi saat hujan turun. Ditambah lagi dengan fakta semakin banyaknya daerah padat penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat resiko terjadinya kebakaran akibat petir yang menyambar tiang listrik saat hujan di daerah permukiman penduduk. 

Selain itu, jalur pinggiran sungai yang semestinya menjadi “tembok penghalang” air saat hujan turun malah dijadikan tempat permukiman kumuh penduduk kelas bawah. Sungai juga tidak menjadi indah lagi untuk dilihat oleh mata tatkala sampah menumpuk di sungai yang menjadi penyebab pokok terjadinya banjir di kota besar pulau Jawa.

Walau sudah sering terjadi, nampaknya kita masih saja “membandel” tidak mau berpikir untuk menyehatkan lingkungan di Pulau Jawa ini. Kita masih saja protes terhadap kebijakan pemerintah terutama yang berkaitan dengan masalah lingkungan, tetapi disatu sisi kita juga masih mengacuhkan lingkungan. Buang sampah sembarangan adalah contoh terbesarnya, kita semua seringkali masih menganggap remeh aturan ini. 

Padahal disadari atau tidak, itu berdampak besar pada lingkungan. Jika kita selalu menerapkan perilaku hidup sehat kepada lingkungan, dengan membuang sampah ke tempat sampah saja, misalnya, kita tidak perlu repot-repot melakukan protes ke pemerintah bahkan sampai demonstrasi besar-besaran yang berujung kerusuhan soal lingkungan yang tak nyaman di daerah tempat tinggal kita.

Kepadatan permukiman penduduk khususnya kawasan kumuh juga dapat beresiko tinggi terkena longsor, bangunan-banguna rumah yang terlalu banyak dan kumuh menyebabkan tanah dibawahnya yang tak sanggup lagi menopang beban. Ini juga salah satu kebiasaan masyarakat kita yang selalu menganggap bahwa membangun umah bisa dimana saja. 

Padahal jika longsor sudah terjadi, mereka juga yang merasakannya. Sepertinya kita ini memnag sudah terbiasa untuk mengungsi ke tempat pengungsian hanya karena persitiwa yang berawal dari masalah sepele.

Karena kebiasaan buruk kita yang seperti inilah pembangunan negara terhambat karena setiap tahunnya APBN selain sering diselewengkan juga sering dipakai untuk pembangunan infrastruktur daerah yang sebenarnya tidak perlu. 

Seperti menambal tanggul yang jebol pinggir sungai daerah bekas banjir, yang selalu dilakukan dari tahun ke tahun, memboroskan uang negara saja. Padahal, ada hal lain yang lebih penting untuk dibenahi semisal infrastruktur pendidikan, konstruksi jalan-jalan darat, atau pembangunan jembatan tol laut, mengingat negara kita adalah negara kepulauan terbesar di dunia, jadi harus dihubungkan oleh jembatan dari pulau ke pulau.

Masalah sosial juga terjadi akibat lingkungan kota yang tidak indah untuk dilihat, misal, ketika ibukota Jakarta banjir besar penduduk setempat pasti langsung akan berkata bahwa ini adalah banjir kiriman dari daerah Bogor yang secara geografis letaknya lebih tinggi dibanding ibukota, padahal hukum sederhana air yang selalu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah adalah faktanya. 

Sehingga yang terjadi warga pinggiran ibukota seringkali dijadikan kambing hitam oleh penduduk ibukota, padahal semua itu terjadi akibat ulah mereka sendiri yang tidak peduli dengan kondisi sungainya. Faktor pemerintah daerah dan pusat yang suka terlambat respon juga menjadi penyebab masalah sosial di daerah padat penduduk semakin besar.

Kita memang seharusnya lebih peduli terhadap lingkungan kita sendiri, tetapi entah mengapa sudah berkali-kali musibah datang menghampiri kita akibat kurangnya perhatian terhadap lingkungan, kita masih saja bisa tutup kuping dan mata sambil menganggap bahwa fenomena seperti itu adalah hal yang wajar untuk kita alami. 

Jika bencana besarnya sudah datang, bahkan merenggut korban jiwa yang banyak dan itu adalah keluarga-keluarga mereka sendiri, mereka sendirilah yang ujung-ujungnya menangis dan berteriak meminta bantuan kepada orang lain dan pemerintah akibat bencana yang sebenarnya karena ulah mereka sendiri.

Kembali lagi ke awal pembahasan, pulau yang kita tinggali ini memang sudah sesak untuk ditinggali. Tapi mengapa jutaan orang tiap tahunnya selalu datang berdutun-duyun ke pulau Jawa? 

Jawaban yang paling tepat mungkin adalah tinggal di pulau Jawa membuat taraf kehidupan mereka meningkat daripada tetap tinggal di desa yang lain pulau. 

Mengapa hal ini terjadi ? Karena kesenjangan pembangunan daerah, terutam yang dari wilayah timur Indonesia. Dalam hal ini pemerintah semestinya pula sadar, bahwa penduduknya tak hanya tinggal di Pulau Jawa saja. Namun ada banyak penduduk lainnya yang bahkan tinggal di daerah terpencil, seperti di Pulau Rote, Sangihe Talaud dan Sabang, yang mereka juga membutuhkan uluran bantuan dari pemerintah untuk membangun desanya.

Padahal jika pemerintah mau untuk memperhatikan warga-warga yang tinggal di luar Pulau Jawa dengan membangun infrastruktur penunjang kehidupan warga-warga di sana. Dijamin, masyarakat Indonesia pelosokpun akan berpikir dua kali untuk merantau ke Pulau Jawa, karena di desanya sudah tercukupi kebutuhan hidup dan lain-lainnya. 

Jika itu terjadi, maka masyarakat Pulau Jawapun tidak merasa terbebani hidupnya, akibat lingkungannya yang semakin kumuh, bau, panas, dan lembab yang juga berdampak kepada kerukunan masyarakat yang berasal dari suku yang berbeda.

Atau hal sebaliknya, yaitu dengan transmigrasi besar-besaran masyarakat Pulau Jawa ke pulau lainnya lalu bekerja sama dengan penduduk lokal untuk membangun desa dan kota kecilnya menjadi kawasan perindustrian yang sehat dan menguntungkan semua pihak. Sekali lagi, kalau langkah ini mau dilakukan pemerintah harus membantu para calon transmigran yang akan berangkat dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang sesuai, dan perbekalan-perbakalan lainnya.

Jika itu semua belum terjadi sama sekali, dan pemerintah masih tutup kuping dan mata atas nasib rakyatnya akibat masalah lingkungan yang sudah bertahun-tahun tak kunjung selesai, lantas bagaimana solusinya? 

Solusinya adalah dari kita sendiri sebagai rakyat, mulai ikhlaskan hati untuk berlaku sehat terhadap lingkungan agar senantiasa nyaman untuk ditinggali. Kalau masih acuh juga? 

Ya, sudah sepantasnya kita mulai berpikir untuk pindah keluar dari Pulau Jawa agar kita juga merasakan apa yang mereka rasakan tinggal di desa terpencil. Daripada menjadi duri dalam daging, seorang kotor diantara kawanan yang bersih atau juga sangat kotor.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Labels

Recent Posts

Unordered List

Pages