Artikel, Berita, Foto, dan Video

Friday, April 29, 2016

Profil Asep Wahyu

Asep Wahyu (55) pendiri sekaligus pengajar Jaipongan di Sanggar Tari Ringkang Gumiwang, Bandung. Ia tetap mempertahankan eksistensi Jaipongan sebagai tarian tradisional Jawa Barat di tengah maraknya modern dance saat ini.
Kiri…..kiri dulu….. baru kanan…… kanan……. puter kebelakang…

Begitulah suara Asep Wahyu yang sedang melatih anak didiknya tari Jaipongan di Sanggar Ringkang Gumiwang. Sanggar yang berlokasi di Yayasan Pusat Kebudayaan, Jalan Naripan Kota Bandung ini adalah salah satu sanggar tari yang tertua di Jawa Barat.

Kang Asep, begitu ia disapa mengatakan bahwa sanggar tari ini telah ada sejak 1983. Namun saat itu statusnya masih berdiri sendiri sebelum kemudian diambil alih oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2000.

Ia mengaku belajar langsung tari Jaipongan dari Gugum Gumbira, sang penemu tari Jaipongan tersebut di awal era 80 an. Kang Asep juga menambahkan, bahwa dahulu Gugum Gumbira juga sering mengajar Jaipongan langsung di sanggar ini.

Ia tetap bertahan di dunia tari Jaipongan selama 33 tahun karena menari Jaipongan adalah satu-satunya keahlian yang ia miliki. “Dulu gak punya kerjaan tapi karena udah netep disini, ya udah weh disini, tapi lama-lama jadi pekerjaan” ujarnya.

Pria kelahiran Bandung 55 tahun silam ini juga menceritakan pengalaman pribadinya sebagai guru tari Jaipong. “Kalau dulu mah, sanggar cuma disini, jadi yang dari Cimahi, Cibiru, Sumedang, Tanjungsari, Padalarang, bahkan ada yang dari Sukabumi dan Cianjur belajarnya ya kesini” begitu menurutnya.

Begitu ditanya mengapa tari Jaipongan identik dengan perempuan ia mengatakan, tari Jaipongan ini asalnya dari kreasi tarian tradisional sebelumnya. Jadi, semua kalangan dari anak kecil hingga kakek-nenek, pria maupun wanita bisa menarikannya.

Ia mengatakan, juga ada gerakan khusus untuk laki-laki, hanya saja sedikit berbeda dengan gerakan tari Jaipongan untuk perempuan. “Asal pelatihnya bisa mengkreasikan gak masalah”, ucapnya.

Disinggung tentang tari Jaipongan yang lekat dengan unsur erotis ia mengatakan, tari Jaipongan itu adalah tarian tradisional yang banyak kreasi dan tak harus yang menonjolkan lekak-leku tubuh dalam praktiknya. “Itu tadi tinggal bagaimana pelatih sanggarnya saja, apakah ia bisa menciptakan kreasi lain dalam gerakan yang tidak membuat tari tersebut menjadi erotis”, tambahnya.

Kang Asep juga mengatakan, bahwa dahulu Jaipongan sering dipentaskan dalam acara hajatan di perkampungan penduduk, namun kini tari Jaipongan hanya dipentaskan saat acara seremonial kenegaraan di gedung pemerintahan saja. “Malah jadi kurang merakyat”, tuturnya.

Tur keluar negeri dalam rangka mempromosikan tari Jaipongan juga sudah sering ia lakukan. Thailand, Korea Selatan, Amerika Serikat, bahkan hingga keliling Eropa.

Namun, kurangnya perhatian pemerintah dalam membantu melestarikan tari Jaipongan saat ini dan semakin maraknya modern dance. Membuat Kang Asep gusar akan eksistensi tari Jaipongan, “Dulu mah banyak laki-laki, perempuan juga ikut belajar di sini”, ucapnya.

“Sekarang hanya tinggal beberapa orang saja yang masih mau belajar Jaipongan”, tambahnya. Dengan perubahan zaman ia mengatakan jangan sampai tari Jaipongan menjadi hilang atau malah diakui oleh negara lain sebagai kebudayaannya.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Labels

Recent Posts

Unordered List

Pages